Pemerintahan Prabowo-Gibran yang baru terbentuk Oktober 2024 menghadapi krisis kepercayaan rakyat setelah kebijakan kenaikan tunjangan DPR sebesar Rp 50 juta per bulan memicu gelombang protes massal pada Agustus 2025. [Kompas] Kontradiksi mencolok antara janji kampanye memberantas korupsi melalui kenaikan gaji dengan realitas kebijakan yang memperkaya elite politik di tengah kesulitan ekonomi rakyat mengungkap problem struktural dalam tata kelola Indonesia. Insiden yang menewaskan Affan Kurniawan, driver ojek berusia 21 tahun yang tertabrak kendaraan taktis Brimob saat terjebak kemacetan akibat demonstrasi, menjadi simbol tragis dari ketidakpedulian sistemik terhadap rakyat kecil. Tunjangan perumahan DPR sebesar Rp 50 juta per bulan setara dengan gabungan gaji 16 orang pekerja biasa. Ironisnya, ini terjadi bersamaan dengan kenaikan upah minimum yang hanya 6,5 persen, memperlihatkan prioritas anggaran yang jelas lebih menguntungkan elite politik ketimbang kesejahteraan rakyat. [Kompas] [Kompas]
Janji kampanye anti-korupsi melalui strategi kenaikan gaji
Prabowo Subianto membangun narasi kampanye 2024 dengan premis sederhana namun kontroversial: korupsi terjadi karena gaji pejabat terlalu rendah. Dalam debat presiden 4 Februari 2024 di Jakarta Convention Center, ia berjanji meningkatkan gaji Aparatur Sipil Negara, TNI, Polri, dan guru dengan logika bahwa "dengan ekonomi yang baik, gaji yang baik, saya pikir tidak ada kebutuhan untuk korupsi." [VOI] Teori ini menggemakan pendekatan serupa dari Committee of Four tahun 1970 yang mengaitkan korupsi meluas dengan rendahnya gaji pegawai pemerintah. [ResearchGate]
Implementasi awal menunjukkan komitmen serius terhadap janji ini. Pada peringatan Hari Guru Nasional 28 November 2024, Prabowo mengumumkan penggandaan gaji pokok guru PNS dan tunjangan Rp 2 juta untuk guru non-ASN, dengan alokasi anggaran tambahan Rp 16,7 triliun. Total anggaran kesejahteraan guru mencapai Rp 81,6 triliun untuk 2025, [Jakarta Globe] [Asia-pacific-solidarity] menunjukkan prioritas nyata terhadap pendidikan yang disebutnya sebagai "prioritas utama" dalam APBN.
Namun kontradiksi fundamental muncul dengan kasus Immanuel Ebenezer, Wakil Menteri Ketenagakerjaan yang ditangkap KPK pada 22 Agustus 2025.
Meski menerima gaji dan tunjangan substansial sebagai wakil menteri ditambah posisi komisaris PT Pupuk Indonesia dengan honorarium sekitar Rp 128,7 juta plus berbagai fasilitas, Ebenezer terlibat skema pemerasan Rp 3 miliar dan sepeda motor Ducati. [Tempo] [VOI] Kasus ini menggugat teori dasar Prabowo bahwa korupsi semata-mata disebabkan rendahnya gaji. Yanuar Nugroho dari Nalar Institute menegaskan bahwa korupsi berkembang bukan karena masalah gaji tetapi celah kekuasaan berupa monopoli kewenangan, kebebasan membuat keputusan tanpa aturan ketat, dan lemahnya pengawasan. [Tempo]
Realisasi kebijakan tunjangan DPR yang memicu amarah publik
Kontroversi meledak Agustus 2025 ketika TB Hasanuddin dari F-PDIP mengungkap bahwa anggota DPR menerima tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan sejak Oktober 2024. [Kompas] Kebijakan yang diputuskan dalam rapat pimpinan DPR 24 September 2024 ini memberikan total Rp 600 juta per anggota untuk periode Oktober 2024-Oktober 2025, dengan total beban negara mencapai Rp 348 miliar per tahun atau Rp 1,74 triliun untuk lima tahun. [Kompas]
Kompensasi Bulanan Anggota DPR
Justifikasi resmi menyebut tunjangan ini sebagai pengganti fasilitas rumah dinas yang sudah tidak layak huni di Kalibata. [Kompas] Said Abdullah dari Badan Anggaran DPR bahkan mengklaim ini sebagai "langkah efisiensi anggaran." [Kompas] Namun kalkulasi Indonesian Forum for Budget Transparency (Fitra) mengungkap total kompensasi bulanan anggota DPR bisa mencapai Rp 230 juta, termasuk tunjangan beras Rp 12 juta per bulan dan transportasi Rp 7 juta per bulan. [Kompas] [Kompas]
Respons pembela kebijakan menunjukkan betapa elite politik hidup di dunia berbeda dari rakyat biasa. Adies Kadir bahkan membuat kalkulasi yang viral, mengklaim Rp 50 juta tidak cukup dan seharusnya Rp 78 juta - pernyataan yang mengejutkan mengingat gaji rata-rata pekerja hanya Rp 3 juta. [Kompas] [Archynewsy] Ahmad Sahroni dari NasDem menyebut tuntutan pembubaran DPR sebagai mentalitas "orang terbodoh di dunia." [Kompas] Nafa Urbach dari NasDem membela tunjangan karena kemacetan "ekstrem" dari Bintaro, sebuah alasan yang terdengar absurd bagi jutaan pekerja yang berdesakan di transportasi umum dengan upah minimum. [Indonesia at Melbourne]
Kontradiksi narasi efisiensi anggaran versus kemewahan elite
Pemerintahan Prabowo mengimplementasikan pemotongan anggaran drastis senilai Rp 300 triliun dengan dalih efisiensi. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 memerintahkan penghematan belanja, [The Jakarta Post] dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan "belanja efisien" sebagai prioritas. [UI] Anggaran Kementerian PUPR dipangkas 80 persen dari Rp 110 triliun menjadi Rp 29 triliun. [Indonesia Sentinel] Anggaran IKN dipotong dari Rp 44 triliun menjadi Rp 15 triliun. [ISEAS-Yusof Ishak Institute] Enam belas kategori pengeluaran menghadapi pemotongan 10-90 persen. [Indonesia Sentinel]
Pemotongan Anggaran 2025
Sektor | Anggaran Awal | Setelah Pemotongan | Persentase |
---|---|---|---|
Kementerian PUPR | Rp 110 triliun | Rp 29 triliun | -80% |
IKN Nusantara | Rp 44 triliun | Rp 15 triliun | -66% |
Pendidikan | Rp 99 triliun | Rp 83 triliun | -16% |
Kesehatan | - | - | -18.5% |
Pertahanan | Rp 139 triliun | Rp 165 triliun | +18.7% |
Namun di tengah pemotongan masif ini, anggaran pertahanan justru meningkat 18,7 persen dari Rp 139 triliun menjadi Rp 165 triliun, mencerminkan prioritas personal Prabowo sebagai mantan perwira militer. [ISEAS-Yusof Ishak Institute] [FULCRUM] Tunjangan DPR Rp 50 juta per bulan tetap berjalan tanpa gangguan. [Indonesia at Melbourne] Kontradiksi ini memperlihatkan bahwa "efisiensi" hanya berlaku untuk program yang menyentuh rakyat, bukan privilege elite.
Data BPS Februari 2025 menunjukkan rata-rata upah pekerja hanya Rp 3,09 juta per bulan dengan kenaikan tahunan 1,78 persen. [BPS-Statistics Indonesia] [EARLY] Tunjangan perumahan DPR saja 16 kali lipat gaji rata-rata pekerja. Sementara 23,85 juta orang atau 8,47 persen populasi hidup di bawah garis kemiskinan dengan standar Rp 609.160 per orang per bulan. [Kompas] Kesenjangan ini menciptakan ketidakadilan struktural yang semakin dalam di tengah inflasi 2,37 persen [TRADING ECONOMICS] dan pengangguran terbuka 4,76 persen yang memengaruhi 7,28 juta orang. [Kompas] [Jakarta Globe]
Demonstrasi berujung tragedi dan kematian driver ojol
Akumulasi kemarahan publik meledak dalam demonstrasi massal 25 Agustus 2025 di kompleks DPR dengan spanduk "Bubarkan DPR." Ribuan demonstran dari kalangan mahasiswa, buruh, aktivis, dan driver ojek online berhadapan dengan 1.250 personel keamanan. [The Jakarta Post] Protes yang awalnya damai berubah ricuh dengan lemparan batu, bom molotov, dan kembang api dari demonstran, dibalas gas air mata, meriam air, dan kendaraan taktis dari polisi. Sedikitnya satu sepeda motor dibakar, 312 orang ditahan termasuk 205 anak di bawah umur. [The Jakarta Post]
Kronologi Tragedi 28 Agustus 2025
Affan Kurniawan (21), driver ojek online, mengantar makanan di sekitar Jalan Pejompongan
Kurniawan terjebak kemacetan akibat operasi pembubaran massa demonstrasi
Kendaraan taktis Brimob "Barracuda" menabrak dan melindas Kurniawan. Saksi mata menggambarkan pengemudi sebagai "ugal-ugalan" dan "menyerempet-nyerempet." [Kompas]
Video yang beredar luas menunjukkan kendaraan melarikan diri dari lokasi. [Antara News]
"Tragedi memuncak 28 Agustus 2025 ketika Affan Kurniawan, driver ojek online berusia 21 tahun, tewas terlindas kendaraan taktis Brimob. Kurniawan bukan demonstran - ia sedang mengantar makanan dan terjebak kemacetan akibat operasi pembubaran massa." [Tempo]
- Tempo, 28 Agustus 2025
Kematian Kurniawan, tulang punggung keluarga dari Jatipulo Jakarta Barat, menjadi simbol tragis korban struktural dari kebijakan yang mengabaikan rakyat kecil. [Kompas] Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengunjungi keluarga korban di RSCM dan Presiden Prabowo menyampaikan belasungkawa, namun gestur simbolis ini tidak menghapus kemarahan publik. [Antara News] Ratusan driver ojek melakukan aksi di Markas Brimob Kwitang 29 Agustus menuntut keadilan, dengan TNI turun tangan meredakan ketegangan. [Antara News]
Perbandingan kenaikan UMN versus tunjangan elite yang timpang
Pemerintah mengumumkan kenaikan upah minimum 2025 sebesar 6,5 persen, sedikit di atas usulan awal 6 persen. UMP DKI Jakarta naik menjadi Rp 5.396.761 per bulan, tertinggi nasional, sementara Jawa Tengah terendah dengan Rp 2.169.348. [Schinder Law Firm] Kenaikan ini dipuji sebagai pro-rakyat karena di atas inflasi 2,37 persen, memberikan pertumbuhan riil bagi pekerja. [TRADING ECONOMICS]
Ketimpangan Penghasilan
Perbandingan Tunjangan DPR
lebih tinggi dari UMP Jakarta
Total Kompensasi DPR setara
pekerja UMP Jakarta
Anggota DPR/DPRD ditangkap KPK
hingga akhir 2023
Namun perbandingan dengan tunjangan elite politik menunjukkan ketimpangan mencolok. Tunjangan perumahan DPR Rp 50 juta setara 9,3 kali UMP Jakarta atau 23 kali UMP Jawa Tengah. Total kompensasi bulanan anggota DPR yang mencapai Rp 230 juta menurut kalkulasi Fitra setara dengan gaji 74 pekerja berupah minimum di Jakarta atau 106 pekerja di Jawa Tengah. [Kompas] Ketimpangan ini semakin ironis mengingat Indonesia Corruption Watch mencatat 344 anggota DPR dan DPRD ditangkap KPK hingga akhir 2023, menunjukkan korelasi negatif antara tingginya kompensasi dengan integritas. [Kompas]
Serikat pekerja di bawah pimpinan Said Iqbal dari KSPI menuntut kenaikan 8,5-10 persen untuk 2026, penghapusan outsourcing, dan penghentian PHK. [Kompas] Tuntutan ini kontras dengan kemudahan DPR menaikkan tunjangan sendiri tanpa konsultasi publik. Data menunjukkan pertumbuhan upah rata-rata hanya 1,78 persen, jauh di bawah kenaikan UMN, mengindikasikan bahwa mayoritas pekerja tidak menikmati kenaikan berarti sementara elite politik menikmati privilege berlipat. [EARLY]
Tata kelola pemerintahan tidak responsif terhadap kondisi riil masyarakat
Pemerintahan Prabowo-Gibran menunjukkan pola sistematis ketidakresponsifan terhadap kebutuhan rakyat. Pemotongan anggaran pendidikan dari Rp 99 triliun menjadi Rp 83 triliun dan kesehatan dipangkas 18,5 persen kontras dengan peningkatan anggaran pertahanan dan pemeliharaan privilege elite. [ISEAS-Yusof Ishak Institute] Program makan gratis senilai Rp 71 triliun menimbulkan kekhawatiran keberlanjutan anggaran dan kualitas, sementara investasi infrastruktur dipotong 73 persen. [Devpolicy]
Indonesia Corruption Watch mengungkap 61 persen anggota parlemen (354 dari 580) memiliki latar belakang bisnis, dengan posisi menteri kunci dipegang individu dengan kepentingan bisnis langsung. Protes "Indonesia Gelap" menyoroti kekhawatiran publik tentang elite capture terhadap kebijakan negara. [The Jakarta Post] [Verfassungsblog] Pemotongan anggaran lembaga pengawasan seperti KPK dan Mahkamah Agung semakin memperlemah check and balances. [UI]
Indikator Kemunduran Demokrasi
Kinerja Legislatif
Hanya 1 dari 42 RUU prioritas disahkan pada 2025
Kepercayaan Publik
DPR dan partai politik di peringkat terbawah dari 11 lembaga negara
Pemotongan Pengawasan
Anggaran KPK dan MA dipangkas signifikan
Skor Demokrasi
Penurunan konsisten sejak 2020 menurut Freedom House
Freedom House mencatat penurunan konsisten skor demokrasi Indonesia sejak 2020 dengan pembatasan organisasi masyarakat sipil, peningkatan pengawasan dan penahanan kritikus, serta efek mencekam pada kebebasan berekspresi. [Carnegie Endowment for International Peace] Thomas Pepinsky dari Cornell University menggambarkan demokrasi Indonesia "dalam bahaya" dengan percepatan kemunduran selama pemilu 2024. [Journal of Democracy] Brookings Institution menemukan bukti "melawan illiberalisme dengan illiberalisme" sebagai strategi yang mengkhawatirkan.
Survei kepercayaan publik Januari 2025 menempatkan DPR dan partai politik di peringkat terbawah dari 11 lembaga negara. [Kompas] Kinerja legislatif sangat buruk dengan hanya 1 dari 42 RUU prioritas yang disahkan pada 2025. [Kompas] [Kompas] Respons terhadap kritik semakin dismissive - protes mahasiswa tentang pemotongan anggaran pendidikan diabaikan, kekhawatiran masyarakat sipil dijawab dengan "kontrol narasi dan ketidakpedulian strategis."
Kesimpulan tentang prioritas kebijakan yang menguntungkan elite politik
Kontradiksi kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran mengungkap realitas pahit bahwa retorika populis anti-korupsi dan pro-rakyat hanyalah kedok untuk melanggengkan privilege elite politik. Tunjangan perumahan DPR Rp 50 juta per bulan yang diberikan tanpa konsultasi publik, di tengah pemotongan anggaran pendidikan dan kesehatan, menunjukkan prioritas sejati rezim ini. [Kompas] [Indonesia at Melbourne] Kematian tragis Affan Kurniawan menjadi monumen kelam ketidakpedulian struktural terhadap rakyat kecil yang berjuang mencari nafkah dengan upah minimum. [Tempo] [Kompas]
Poin-Poin Kritis
- Teori Prabowo bahwa kenaikan gaji akan memberantas korupsi terbukti keliru dengan kasus Immanuel Ebenezer
- Kebijakan tunjangan elite di tengah pemotongan anggaran sosial menunjukkan bias prioritas
- Ketimpangan antara kenaikan UMN 6,5% dengan tunjangan elite menciptakan ketidakadilan struktural
- Kematian Affan Kurniawan menjadi simbol ketidakpedulian sistemik terhadap rakyat kecil
- Pemotongan anggaran sosial namun peningkatan anggaran pertahanan menunjukkan prioritas salah
- Indonesia bergerak menuju oligarki elektoral dengan substansi demokrasi yang terkikis
Teori Prabowo bahwa kenaikan gaji akan memberantas korupsi terbukti keliru dengan penangkapan wakil menterinya sendiri, Immanuel Ebenezer, yang korupsi meski bergaji tinggi. Realitas menunjukkan korupsi bukan soal gaji tetapi sistem kekuasaan yang monopolistik dengan akuntabilitas lemah. [Tempo] Kasus ini menjadi bukti empiris bahwa pendekatan simplifikasi masalah korupsi dengan solusi kenaikan gaji mengabaikan akar masalah struktural dalam tata kelola pemerintahan.
Ketimpangan antara kenaikan UMN 6,5 persen dengan tunjangan elite yang fantastis menciptakan ketidakadilan struktural yang semakin dalam. [Kompas] Budget cuts drastis untuk program sosial namun peningkatan anggaran pertahanan dan pemeliharaan privilege DPR memperlihatkan negara yang melayani elite, bukan rakyat. [The Diplomat] Respons kekerasan terhadap protes, sensor media sosial, dan dismissiveness terhadap kritik menandai involusi demokrasi yang mengkhawatirkan. [The Jakarta Post]
Indonesia di bawah Prabowo-Gibran bergerak menuju oligarki elektoral di mana pemilu tetap digelar namun substansi demokrasi - akuntabilitas, responsivitas, kesetaraan - semakin terkikis. [Verfassungsblog] [ISEAS Publishing] Prioritas anggaran yang konsisten menguntungkan elite politik sambil memotong program kesejahteraan rakyat bukan sekadar kesalahan kebijakan tetapi desain sistemik untuk melanggengkan kesenjangan kekuasaan dan kekayaan. Tanpa reformasi fundamental yang mengembalikan kedaulatan kepada rakyat, kontradiksi ini akan terus menggerogoti legitimasi negara dan memicu siklus protes yang semakin keras hingga perubahan struktural tak terelakkan terjadi.